By : Mochmad Zainuddin
Akhir tahun 2015 ini, pemerintah akan
mengimplementasikan kesepakatan bersama antar Negara ASEAN, yang biasa kita
kenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dengan diberlakukanya MEA,
maka Indonesia akan mendapatkan keberkahan sekaligus musibah. Mendapat
keberkahan manakala, Rakyat Indonesia sudah membekali kompetensi dirinya untuk
bersaing dari bidang ekonomi, tehnologi dan budaya ke mancanegara, Bendera keharuman
Bangsa akan berkibar kemana mana. Namun, MEA juga bisa menjadi musibah,
manakala masyarakat Indonesia, tidak siap menghadapi serbuan sumberdaya manusia
dari manca Negara, dengan berbekal tingkat edukasi yang mumpuni, kompetensi
yang dimiliki, kedisiplinan yang tinggi serta kerja keras, dalam waktu yang
tidak terlalu lama, mereka akan dengan cepat menguasai lumbung-lumbung ekonomi,
teknologi dan budaya di negeri tercinta Indonesia. Pada akhirnya yang terjadi
adalah masyarakat menjadi buruh dan termarjinalisasi di negeri sendiri.
Persaingan sumberdaya manusia muara
akhirnya tertumpu pada kompetensi yang dimiliki. Dengan kompetensi yang baik,
bisa dipastikan masyarakat Indonesia tidak akan tertinggal dan menjadi buruh di
negeri sendiri. Sedangkan kompetensi hakekatnya dilahirkan dan dicetak dari
pola pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan oleh sekolah, universitas
ataupun lembaga-lembaga pelatihan. Problemnya adalah, ternyata selama ini dunia
pendidikan belum mampu mencetak mahasiswa yang unggul dan berkompeten. Banyak
keluhan dari dunia industri mengenai kompetensi yang dimiliki para lulusan
perguruan tinggi masih jauh dari harapan. Baik dari kompetensi hard skill
ataupun kompetensi soft skill seperti mentality, komunikasi dan daya juang yang
rendah.
Apalagi dengan kemajuan teknologi gadget
selama ini, menambah kemampuan softskill semakin tereduksi. Mahasiswa cenderung
mengandalkan komunikasi non verbal untuk mendapatkan informasi dan menjalin
relasi. Padahal dalam dunia kerja dan bisnis kebutuhan akan komunikasi secara
verbal tidak akan terdistorsi. Mengatasi gap
antara kebutuhan industri dengan hasil lulusan yang belum matang, dunia
pendidikan harus berbenah. Pembenahan bukan hanya dari aspek kurikulum namun
juga strategi pendidikan yang lebih inovatif dan kreatif. Untuk menciptakan
output sumberdaya manusia yang unggul dan siap berkompetisi. Berkaca pada dunia
industri yang mampu mencetak pemimimpin unggul dari peserta management training
hingga menjadi seorang direksi, maka dunia pendidikan harus menyesuaikan dengan
strategi yang dilakukan oleh industri. Setiap Industri memiliki lembaga khusus
yang bernama training center ataupun karir center. Tugasnya mulai melakukan
asessment awal hingga nanti memberikan solusi akan kebutuhan training yang
dibutuhkan hingga program development.
Hasilnya bisa dirasakan, lahir pemimpin–pemimpin perusahaan yang mampu me-leading
company hingga menjadi perusahaan yang dapat bersaing hingga di kancah
internasional.
Dunia Pendidikan, sudah harus memikirkan
dan merealisasikan lembaga karir center sebagai kebutuhan akan tuntutan inovasi
jaman globalisasi. Karir center di kampus-kampus maupun di sekolah berfungsi
untuk memberikan bimbingan karir kepada mahasiswa ataupun peserta didik agar
lebih terfokus pada karir yang diimpikannya. Jika mahasiswa ingin mendalami
enterprenuership misalnya, maka dia harus diarahkan dan dibekali untuk fokus
mengambil mata kuliah ataupun praktek-praktek yang mendukung untuk pengembangan
karir sebagai entrepreneur. Sebalikya, jika mahasiswa ingin menempuh karir di
dunia industri atau manufacturing, maka lembaga ini harus mengarahkan
kompetensinya ke dunia industri. Singkatnya, apapun karir yang ingin dicapai
oleh mahasiswa harus difokuskan dan difasilitasi oleh lembaga karir center. Lembaga
karir yang dimaksud tidak hanya memberikan conseling belaka, namun juga harus
bisa memberikan assessment tahapan kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa
hingga lulus. Ditambah dengan pembuatan program pengembangan diri dan
kompetensi sesuai karirnya. Pelaksananya memang cukup kompleks, jika memamng
tidak mampu, kampus tidak harus melaksanakan program karir center tersebut
secara mandiri, namun bisa bekerja sama dengan lembaga asessment yang bisa
memandu mahasiswa mencapai karirnya. Penggunaan karir center secara teknis
adalah melakukan pembimbingan karir sejak awal masuk mahasiswa, membuat program
pengembangan karir secara kelompok ataupun individu, dan mewajibkan peserta
untuk proaktif mengikuti agenda pelatihan dan pengembangan yang telah
ditetapkan. Kegiatan tersebut juga harus melibatkan Dosen Pembina sebagai
sinergitas program. Dosen Pembina memiliki peran sebagai mentor yang
mengarahkan peserta didiknya atas dasar rekomendasi dari lembaga karir center.
Peran dosen sebagai mentor sangat
penting. Karena berapa banyak para pemimpin dilahrikan oleh mentor–mentor yang
hebat. Seperti yang dilakukan oleh Yohanes Surya, sebagai mentor dia mampu
melahirkan talenta-talenta dibidang eksakta hingga menjuarai kompetisi
mancanegara. Tugas mentor sudah pasti harus melakukan pendidikan kepada
mahasiswa untuk dapat mengembangkan potensiya. Tanpa itu, lulusan perguruan
tinggi tidak akan berkembang dengan baik, dan akan kalah bersaing secara
global. Oleh karenaya, lembaga karir center harus dikelola secara professional
seperti layaknya pengelolaan training center di dunia Industri. Tanpa disadari,
sebenarnya perusahaan telah melakukan fungsi pendidikan secara efektif, yang
seharusnya fungsi tersebut dilakukan oleh universitas ataupun sekolah. Kenapa
demikian, melalui lembaga training centernya perusahaan melakukan mapping
potensi karyawan, assessment, program pelatihan dan pengembangan diri sehingga memiliki
dampak besar terhadap pengembangan potensi dan kompetensi karyawanya. Kampus
semestinya mengambil alih peran tersebut. Terobosan Inovasi dalam menciptakan
lembaga karir center di kampus menjadi prasyarat mutlak kemajuan sumbedaya
manusia Indonesia. Lembaga karir center sangat berbeda dengan Bimbingan Karir
(Lembaga BK) yang ada di sekolah-sekolah selama ini. Keberadaanyaa justru
ditakuti siswa untuk mendekat, karena memang stigma yang dibangun hanya menjadi
“lembaga pemberi sanksi” bagi mereka yang memiliki masalah prestasi. Untuk
itulah diperlukan perombakan total fungsi lembaga BK menjadi lembaga karir
center yang memiliki peran strategis dalam pengembangan kompetensi dan potensi
peserta didik.
Melakukan
inovasi tidak sekedar melakukan perubahan kurikulum, dan metodologi pendidikan.
Justru yang paling penting dan fundamental adalah merumuskan perencanaan dalam
berkarir. Memiliki visi dan goal yang jelas dalam karir. Jadi enterpreuneur,
bekerja di Industri, scientist, birokrat, ataupun pendidik. Semua bermula dari
Visi karir. Untuk itulah diperlukan lembaga karir center yang mampu mengarahkan
mahasiswa fokus dalam karirnya. Mahasiswa banyak yang kehilangan visi, hidup
mengalir apa adanya, tergantung dari lingkungan dan bergaul dengan siapa. Jadilah
kompetensi yang juga ada apa adanya. Tidak mampu bersaing dengan sesama bangsa.
Semoga dengan keberadaan lembaga karir center di tiap–tiap lembaga pendidikan,
menjadikan langkah fundamental untuk mampu melejitkan kompentensi meraih
prestasi.