Selasa, 06 Oktober 2015

Keberanian Menyatakan Salah



Beberapa waktu yang lalu ada kejadian di perusahaan tempat saya bekerja, tepatnya dialami oleh rekan senior saya. Ceritanya beliau kebetulan lagi dinas ke Surabaya dan menggunakan mobil perusahaan dengan diantar oleh sopir. Karena selesai dinasnya juga bertepatan dengan jam pulang, akhirnya beliau tidak kembali ke perusahaan dan pulang kerumah dengan menitipkan mobil pribadinya di kantor. Keesokan harinya beliau menghubungi bagian GA yang mengatur kendaraan antar jemput perusahaan. Kebetulan di perusahaan kami ada fasilitas antar jemput karyawan. dan yang mendapatkan fasilitas antar jemput tersebut adalah termasuk staf senior juga yang notabene adalah bawahan dari rekan senior saya. Ada kejadian yang cukup mengeherankan bagi saya, yakni ketika rekan senior saya sebut saja Albert menumpang “ mobil antar jemput staf” dan ditengah jalan mengontak teman senior juga yang kebetulan juga mengalami musibah mobilnya tertabrak. Mobil antar jemput staf pun berjalan, sampailah pada lokasi yang dijanjikan, mobil pun berhenti dan Pak Albert menelpon rekan nya untuk menanyakan posisi saat ini sedang dimana, apakah jadi ikut atau tidak. Begitu peristiwa menelpon tadi terjadi, staf senior yang memang mendapatkan fasilitas antar jemput tadi terusik, sontan dengan nada yang ketus berkata kepada atasanya “ wis pak ndak nyaman (baca : sudah pak ndak nyaman naik mobil ini) langsung staf perempuan senior ini turun dari mobil dan pergi meninggalkan mobil untuk pulang. Pak Albert pun dengan nada sabar, menyampaikan “ bu, tunggu dulu bu, sabar”…tapi tetap tidak dihiraukan oleh bawahanya.
                Akhirnya mobil pun berangkat tanpa seorang staf perempuan senior tadi. Sesampai di kantor, senior manager tadi bercerita kepada saya atas kondisi tersebut dan menyesalkan kejadian tadi. Kenapa bawahanya tidak patuh pada beliau, serta staf tadi bersikap semau guwe seolah olah mobil dinas antar jemput tersebut menjadi fasilitas pribadinya. Keesokan harinya pun pak Albert beserta staf senior saya panggil untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang terjadi. Wal hasil, ternyata memang karakter perempuan staf senior tadi begit kaku, yang terungkap adalah karena yang bersangkutan sudah ndak merasa nyaman di mobil berdesak-desakan maka untuk apa yang bersangkutan ngantor, lebih baik saya ngantor ditempat yang nyaman, alias yang bersangkutan pergi di kantor cabang lain. Pak Albert pun menyampaikan mobil tersebut sangat mencukupi karena hanya terisi 3 orang, kalo seandainya ibu tidak berkenan duduk bertiga, bisa menempati duduk di bangku depan mobil MPV. Saya pun mencoba menggali dan memahami pola pikir keduanya, baik pak Albert maupun staf perempuan senior tadi. Yang bisa saya ambil kesimpulan adalah :
1.       Masih ada jaman sekarang type manusia yang tidak mau bekerja sama dengan rekan kerja bahkan atasanya, padahal dalam kasus diatas selama ini hubungan kerja atasan dengan bawahan baik baik saja;
2.       Nampaknya atasan typekal orang yang kurang tegas terhadap bawahan, sehingga terkesan di”remehkan” ketika yang bersangkutan menyampaikan kabawahannya agar kembali untuk bekerja.
3.       Sebelumnya pak Albert mengungkapkan kekesalanya kepada saya agar karyawan ybs di PHK, tapi saya punya pendapat lain, soal PHK mem PHK sih mudah. Namun yang paling penting adalah kedua belah pihak bisa saling intropeksi diri atas perbuatan yang dilakukan selama ini.
4.       Akhirnya saya pun memberikan surat peringatan kepada staf perempuan senior tadi, walaupun yang bersangkutan awalnya menolak, namun dengan penyampaian secara tegas dan jelas terkait dengan kesalahan yang dilakukan, akhirnya ybs menerima dengan lapang.
5.       Pak Albert sebagai senior manager saya beri masukan agar bertindak lebih tegas dan professional untuk menangani permasalahan yang dihadapi oleh bawahan.
6.       Keberanian menyatakan salah tidak dimiliki oleh kedua karyawan senior tadi, yang terjadi justru saling berdepat untuk mencari pembenar masing-masing tindakan. Memang tidak mudah menyatakan Salah, yang ada adalah begitu mudahnya kita menyatakan salah tindakan orang lain.

Sekilas cerita diatas, saya tulis agar dapat menjadi pelajaran bagi kita semua pegiat HR yang mengedepankan solusi bukan emosi atas setiap tindakan yang dilakukan oleh sumber daya manusia di perusahaan. Saya pun merenungkan apakah betul teori yang mengatakan “ semakin tua usia seseorang sifatnya kembali lagi seperti anak-anak yang tidak mau mengalah “ jangan – jangan nanti ketika tua saya pun demikian. Naudzubillah semoga saya tidak termasuk golongan orang yang mengedepankan emosi sesaat, namun tetap berpikir untuk mencari solusi atas setiap persoalan. …

Salam
ZAIN_ ACHMAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar