Beberapa waktu
yang lalu ada kejadian di perusahaan tempat saya bekerja, tepatnya dialami oleh
rekan senior saya. Ceritanya beliau kebetulan lagi dinas ke Surabaya dan
menggunakan mobil perusahaan dengan diantar oleh sopir. Karena selesai dinasnya
juga bertepatan dengan jam pulang, akhirnya beliau tidak kembali ke perusahaan
dan pulang kerumah dengan menitipkan mobil pribadinya di kantor. Keesokan
harinya beliau menghubungi bagian GA yang mengatur kendaraan antar jemput
perusahaan. Kebetulan di perusahaan kami ada fasilitas antar jemput karyawan. dan
yang mendapatkan fasilitas antar jemput tersebut adalah termasuk staf senior
juga yang notabene adalah bawahan dari rekan senior saya. Ada kejadian yang
cukup mengeherankan bagi saya, yakni ketika rekan senior saya sebut saja Albert
menumpang “ mobil antar jemput staf” dan ditengah jalan mengontak teman senior
juga yang kebetulan juga mengalami musibah mobilnya tertabrak. Mobil antar
jemput staf pun berjalan, sampailah pada lokasi yang dijanjikan, mobil pun
berhenti dan Pak Albert menelpon rekan nya untuk menanyakan posisi saat ini
sedang dimana, apakah jadi ikut atau tidak. Begitu peristiwa menelpon tadi
terjadi, staf senior yang memang mendapatkan fasilitas antar jemput tadi terusik,
sontan dengan nada yang ketus berkata kepada atasanya “ wis pak ndak nyaman
(baca : sudah pak ndak nyaman naik mobil ini) langsung staf perempuan senior
ini turun dari mobil dan pergi meninggalkan mobil untuk pulang. Pak Albert pun
dengan nada sabar, menyampaikan “ bu, tunggu dulu bu, sabar”…tapi tetap tidak
dihiraukan oleh bawahanya.
Akhirnya
mobil pun berangkat tanpa seorang staf perempuan senior tadi. Sesampai di
kantor, senior manager tadi bercerita kepada saya atas kondisi tersebut dan
menyesalkan kejadian tadi. Kenapa bawahanya tidak patuh pada beliau, serta staf
tadi bersikap semau guwe seolah olah mobil dinas antar jemput tersebut menjadi
fasilitas pribadinya. Keesokan harinya pun pak Albert beserta staf senior saya
panggil untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang terjadi. Wal hasil,
ternyata memang karakter perempuan staf senior tadi begit kaku, yang terungkap
adalah karena yang bersangkutan sudah ndak merasa nyaman di mobil
berdesak-desakan maka untuk apa yang bersangkutan ngantor, lebih baik saya
ngantor ditempat yang nyaman, alias yang bersangkutan pergi di kantor cabang
lain. Pak Albert pun menyampaikan mobil tersebut sangat mencukupi karena hanya
terisi 3 orang, kalo seandainya ibu tidak berkenan duduk bertiga, bisa
menempati duduk di bangku depan mobil MPV. Saya pun mencoba menggali dan
memahami pola pikir keduanya, baik pak Albert maupun staf perempuan senior
tadi. Yang bisa saya ambil kesimpulan adalah :
1. Masih
ada jaman sekarang type manusia yang tidak mau bekerja sama dengan rekan kerja
bahkan atasanya, padahal dalam kasus diatas selama ini hubungan kerja atasan
dengan bawahan baik baik saja;
2. Nampaknya
atasan typekal orang yang kurang tegas terhadap bawahan, sehingga terkesan di”remehkan”
ketika yang bersangkutan menyampaikan kabawahannya agar kembali untuk bekerja.
3. Sebelumnya
pak Albert mengungkapkan kekesalanya kepada saya agar karyawan ybs di PHK, tapi
saya punya pendapat lain, soal PHK mem PHK sih mudah. Namun yang paling penting
adalah kedua belah pihak bisa saling intropeksi diri atas perbuatan yang
dilakukan selama ini.
4. Akhirnya
saya pun memberikan surat peringatan kepada staf perempuan senior tadi,
walaupun yang bersangkutan awalnya menolak, namun dengan penyampaian secara
tegas dan jelas terkait dengan kesalahan yang dilakukan, akhirnya ybs menerima
dengan lapang.
5. Pak
Albert sebagai senior manager saya beri masukan agar bertindak lebih tegas dan professional
untuk menangani permasalahan yang dihadapi oleh bawahan.
6. Keberanian
menyatakan salah tidak dimiliki oleh kedua karyawan senior tadi, yang terjadi
justru saling berdepat untuk mencari pembenar masing-masing tindakan. Memang tidak
mudah menyatakan Salah, yang ada adalah begitu mudahnya kita menyatakan salah
tindakan orang lain.
Sekilas cerita diatas, saya tulis
agar dapat menjadi pelajaran bagi kita semua pegiat HR yang mengedepankan
solusi bukan emosi atas setiap tindakan yang dilakukan oleh sumber daya manusia
di perusahaan. Saya pun merenungkan apakah betul teori yang mengatakan “
semakin tua usia seseorang sifatnya kembali lagi seperti anak-anak yang tidak
mau mengalah “ jangan – jangan nanti ketika tua saya pun demikian. Naudzubillah
semoga saya tidak termasuk golongan orang yang mengedepankan emosi sesaat,
namun tetap berpikir untuk mencari solusi atas setiap persoalan. …
Salam
ZAIN_ ACHMAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar