Selasa, 07 Juni 2016

Kajian Hubungan Industrial

PHI: Belum Disahkan PN, Putusan MK Nomor 7/2014 Tak Dapat Diterapkan

Surabaya | Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang belum disahkan oleh Pengadilan Negeri setempat, sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-XII/2014, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu (pekerja kontrak) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap). Demikian pertimbangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang diketuai oleh Hakim Isjuaedi saat membacakan Putusan No. 29/G/2016/PHI.Sby, dalam perkara perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) antara Ria Anawati melawan PT. Garam (Persero), Selasa (17/5/2016).
Terhadap pertimbangan tersebut, anggota Majelis Hakim PHI Surabaya, Tituk Tumuli, mengemukakan pendapat berbeda (Dissenting Opinion). Ia menyatakan, akhir-akhir ini dikenal jenis faktor penyebab cacat kehendak (misbruik van omstandigheden) atau undue influence. Faktor tersebut guna melindungi pihak yang lemah, agar tidak menanggung kerugian yang lebih besar lagi dan justru demi tegaknya asas kebebasan berkontrak. Karena, asas dalam suatu perjanjian termasuk asas kebebasan berkontrak, dalam pelaksanaannya tidaklah bebas tanpa batasan-batasan, melainkan dapat dibatalkan oleh Hakim.
Menurutnya, perjanjian kerja kontrak yang telah ditanda-tangani Ria atas permintaan perusahaan saat pertama kali masuk bekerja, mengandung unsur kekhilafan, paksaan dan penipuan. “Bahwa, kebebasan berkontrak atau kehendak bebas dalam perjanjian yang terwujud dengan kata sepakat, dapat tercederai atau bahkan hilang dengan adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cacat kehendak atau wilgebreken,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan Hakim Tituk, bahwa penyalahgunaan keadaan inilah yang rentan terjadi pada perjanjian dengan kedudukan ekonomi dan kejiwaan dari pihak yang tidak setara atau tidak seimbang, doktrin penyalahgunaan keadaan dikembangkan guna memastikan bahwa berbagai keunggulan dari satu pihak baik secara ekonomis maupun psykologis tersebut, terhadap pihak lainnya tidak disalahgunakan atau digunakan secara sewenang-wenang.
Terhadap pertimbangan yang demikian, menurut Hakim Tituk, pekerjaan Ria Anawati sebagai Staf Pengadaan, pada bagian Pengadaan pada perusahaan yang berlokasi di Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya itu, tidak termasuk jenis pekerjaan yang dapat dimasukkan dalam bentuk perjanjian kontrak. Karena pekerjaan dari pekerja intinya bukanlah merupakan pekerjaan yang bersifat sementara atau pekerjaan yang sekali selesai, bukan pekerjaan yang tergantung pada musin tertentu atau cuaca tertentu, dan bukan pembuat produk baru yang masih dalam masa percobaan ataupun penjajakan.
“Oleh karena perjanjian kerja waktu tertentu antara Penggugat dengan Tergugat telah dibatalkan, maka secara hukum hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat menjadi hubungan kerja dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu,” tandas Hakim Tituk.
Sekali lagi, bagaimanapun putusan dari PHI sudah jelas, yaitu 
Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang belum disahkan oleh Pengadilan Negeri setempat, sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-XII/2014, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu (pekerja kontrak) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar