PHI: Belum Disahkan PN, Putusan MK Nomor 7/2014 Tak Dapat Diterapkan
Surabaya |
Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang belum disahkan
oleh Pengadilan Negeri setempat, sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-XII/2014, tidaklah dapat dijadikan dasar
untuk menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu (pekerja kontrak)
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap). Demikian
pertimbangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri
Surabaya, yang diketuai oleh Hakim Isjuaedi saat membacakan Putusan No.
29/G/2016/PHI.Sby, dalam perkara perselisihan pemutusan hubungan kerja
(PHK) antara Ria Anawati melawan PT. Garam (Persero), Selasa
(17/5/2016).
Terhadap pertimbangan tersebut, anggota Majelis Hakim PHI Surabaya, Tituk Tumuli, mengemukakan pendapat berbeda (Dissenting Opinion). Ia menyatakan, akhir-akhir ini dikenal jenis faktor penyebab cacat kehendak (misbruik van omstandigheden) atau undue influence.
Faktor tersebut guna melindungi pihak yang lemah, agar tidak menanggung
kerugian yang lebih besar lagi dan justru demi tegaknya asas kebebasan
berkontrak. Karena, asas dalam suatu perjanjian termasuk asas kebebasan
berkontrak, dalam pelaksanaannya tidaklah bebas tanpa batasan-batasan,
melainkan dapat dibatalkan oleh Hakim.
Menurutnya,
perjanjian kerja kontrak yang telah ditanda-tangani Ria atas permintaan
perusahaan saat pertama kali masuk bekerja, mengandung unsur
kekhilafan, paksaan dan penipuan. “Bahwa, kebebasan berkontrak atau
kehendak bebas dalam perjanjian yang terwujud dengan kata sepakat, dapat
tercederai atau bahkan hilang dengan adanya faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya cacat kehendak atau wilgebreken,” tegasnya.
Lebih
lanjut dikatakan Hakim Tituk, bahwa penyalahgunaan keadaan inilah yang
rentan terjadi pada perjanjian dengan kedudukan ekonomi dan kejiwaan
dari pihak yang tidak setara atau tidak seimbang, doktrin penyalahgunaan
keadaan dikembangkan guna memastikan bahwa berbagai keunggulan dari
satu pihak baik secara ekonomis maupun psykologis tersebut, terhadap
pihak lainnya tidak disalahgunakan atau digunakan secara
sewenang-wenang.
Terhadap
pertimbangan yang demikian, menurut Hakim Tituk, pekerjaan Ria Anawati
sebagai Staf Pengadaan, pada bagian Pengadaan pada perusahaan yang
berlokasi di Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya itu, tidak termasuk jenis
pekerjaan yang dapat dimasukkan dalam bentuk perjanjian kontrak. Karena
pekerjaan dari pekerja intinya bukanlah merupakan pekerjaan yang
bersifat sementara atau pekerjaan yang sekali selesai, bukan pekerjaan
yang tergantung pada musin tertentu atau cuaca tertentu, dan bukan
pembuat produk baru yang masih dalam masa percobaan ataupun penjajakan.
“Oleh
karena perjanjian kerja waktu tertentu antara Penggugat dengan Tergugat
telah dibatalkan, maka secara hukum hubungan kerja antara Penggugat
dengan Tergugat menjadi hubungan kerja dalam bentuk Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu,” tandas Hakim Tituk.Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang belum disahkan oleh Pengadilan Negeri setempat, sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-XII/2014, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu (pekerja kontrak) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar