Senin, 02 April 2018

Studi kasus karyawan dipaksa mengundurkan diri

Tanpa Bukti Terima Uang Dari Suplier, Kepala Gudang Disuruh Mengundurkan Diri

Jakarta | Selama lebih kurang 7 tahun bekerja, Syarifah Aini kaget bukan kepalang, ketika ia dituduh menerima uang dari suplier hingga akhirnya ia terpaksa membuat surat pengunduran diri. Kejadian pada tanggal 19 Maret 2014 itu, berawal dari adanya surat yang dikirimkan melalui faximili dari orang yang mengaku suplier PT. Mepropam.

Dalam surat tersebut, orang yang mengaku suplier itu menyatakan dirinya telah mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadinya Syafriah Aini. Atas tuduhan yang tak pernah dilakukannya, Syafriah menyatakan kesediaannya untuk membantah tuduhan tersebut dengan mencetak buku tabungannya. Alih-alih bermaksud untuk mendapatkan kebenaran atas tuduhan yang dialami oleh pekerja yang ditempatkan sebagai Kepala Gudang itu, PT. Kumala Melur justru menyuruhnya menanda-tangani surat pengunduran diri yang telah disiapkan sebelumnya oleh perusahaan yang berlokasi di Sukajadi, Pekanbaru, Riau itu.

Syafriah tak terima dengan perlakuan perusahaan. Ia kemudian mengajukan upaya hukum melalui mediasi hingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Terhadap gugatan tersebut, Majelis Hakim PHI mengkualifikasikan tindakan PT. Kumala sebagai bagian dari alasan yang cukup untuk mengabulkan permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan Syafriah.

Dalam amar putusannya No. 66/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Tpg tanggal 9 Juli 2015, PT. Kumala dianggap melakukan perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang memberikan hak kepada setiap pekerja untuk dapat mengajukan permohonan PHK, apabila pengusaha melakukan tindakan yang diantaranya tidak membayar upah, tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikannya, atau memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.

Atas putusan PHI tersebut, PT. Kumala mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA). Dalam dalilnya, perusahaan menyatakan telah bersedia mempekerjakan kembali Syafriah dengan penurunan jabatan (demosi), setelah dilakukannya pertemuan mediasi di Dinas Tenaga Kerja pada tanggal 25 Juni, 14 dan 24 Juli 2014, namun panggilan dimaksud tidak diindahkan.

Menanggapi alasan-alasan yang diajukan perusahaan, Majelis Hakim MA yang diketuai oleh Hakim Sudrajad Dimyati, menolak seluruhnya keberatan tersebut. Dimyati menilai tuduhan terhadap Syafriah tidak didukung bukti yang kuat. Sehingga sikap perusahaan yang memaksa Syafriah mengundurkan diri adalah tidak sesuai dengan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan, dan menghukum perusahaan untuk membayar uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan undang-undang. “Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sebesar Rp54.700.450”, ujar Dimyati, Senin (20/11/2017) lalu membacakan amar putusan No. 1260 K/Pdt.Sus-PHI/2017, yang didampingi oleh Hakim Anggota Horadin Saragih dan Fauzan. (Hak)

Mengalami masalah ketenagakerjaan ??
Silahkan kontak kami,
MoZa Law Firm
082333688177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar