Sore itu saya berdiskusi dengan tiga talents yang merupakan mentee
senior yang sedang saya bina menjadi pengusaha yang mumpuni. Mereka
sedang merancang sebuah kedai kopi gaya kopitiam dengan sentuhan modern
yang sedang menjadi ‘trendy’ di kalangan anak muda yakni ‘resort style’.
Buat saya, kopitiam adalah kedai kopi biasa. Harus dengan sentuhan
tradisional dengan meja kursi kuno berlandaskan marmer putih, dengan
dinding agak kusam berlukisan rumah kuno di jalan lawas entah itu di
Singapore, Malaysia atau bahkan kota Medan.
Salah seorang ‘talent’, sebut saja Kim memang seorang arsitek, ia
tidak serta merta menelan mentah konsep tradisional kopitiam yang
disodorkan Licensornya yang berasal dari Malaysia. Sebagai pemegang
Master Franchise untuk Indonesia, Kim dan suaminya Ang dibantu rekan
bisnisnya Fung, mencoba mendobrak pakem kopitiam kuno dengan menawarkan
konsep dekorasi dan tata ruang baru.
‘Apa Anda yakin dengan konsep ini? Apa Licensor setuju dengan konsep
ini? Apa ongkosnya tidak terlalu mahal untuk makanan sekelas kopitiam
yang murah meriah? Apa segmen pasarnya cocok untuk daerah Kelapa Gading,
sebagai daerah kepala naga menurut kepercayaan etnis Tionghoa disuguhi
kopitiam dengan gaya ‘life style’ gaya ‘western’? Apa makanan dan
‘ambience’nya bisa menyatu? Serangkaian pertanyaan gaya mentor yang saya
coba alirkan untuk menyegarkan ide yang mereka sedang bangun. Istri
saya hanya tersenyum melihat agresivitas saya yang secara tertata ingin
menguji kemantapan mereka dalam menelurkan konsep baru ‘ambience’
kopitiam di tengah persaingan kopitiam tradisional.
‘Kita harus tampil beda karena kita bukan yang pertama. Kita harus
memberi nilai baru dan ‘value proposition’ baru yang tidak dipunyai
pesaing kita. Kita harus berani mendobrak pakem agar segmentasi kita
berbeda dengan yang sudah ada. Kita tidak boleh menyerang dengan diskon
harga, karena ini akan menjadi bumerang di kemudian hari’, begitu
‘nasehat’ anak saya sebagai pencetus ide pertama bisnis Kopitiam ini.
Saya menikmati ‘pertempuran’ konsep para talents ini dengan senang.
Pertama, saya senang karena mereka berani mencoba hal baru yang secara
konsep belum pernah dicoba untuk daerah ‘keras’ seperti Kelapa Gading.
Kedua, segmentasi mereka jelas sehingga ini akan menjadi ‘penarik’ baru
bagi calon pelanggan karena selain makanan juga suasana yang ditawarkan
yang diramu dengan apik.
Sebagai mentor, tugas saya hanya memberi pertanyaan ‘out of the box’
sebelum mereka mulai beraksi. Ketika mereka sudah bisa menjawab,
selanjutnya sebagai mentor harus berprinsip “Give them opportunity to
perform”. Dalam bahasa Nike, Just do it. Ini adalah ’pilot testing
field’ untuk para talents dalam menunjukkan kepiawaiannya.
Dirancanglah Hailam Kopitime (akhirnya mereka memakai istilah
Kopitime karena Kopitiam sedang berada di jalur perdebatan pengadilan)
yang terletak di Boulevard Raya Kelapa Gading sebagai ‘pilot testing
field’nya. Suasana resort sangat kental, dengan sentuhan teknologi
informasi dan buku menu seperti ‘fine dining’, disertai dua buah ruang
VIP yang sangat ‘cosy’. Kim dengan cantik meramu idenya dengan bantuan
sentuhan fisik yang apik dari Ang. Fung dan Daniel memberi masukan
strategi pemasaran yang membuat beda.
Masa ujian tiba, September 26 tahun 2012 sirene tanda dimulai
pertempuran dengan ‘incumbent’ kopitiam dibunyikan. Hailam Kopitime,
menggebrak dengan ‘soft opening’ tanpa diskon dan tanpa ‘free guests’
hanya untuk meramaikan outlet yang sedang dibuka. Saya terpesona.
‘Apa bisa tanpa diskon? Biasanya soft opening ada diskon 20% atau
bahkan lebih dari itu? Apa bisa tanpa promotion ‘above the line’ yang
kuat? Mengandalkan’below the line’ dengan ‘social media’ seadanya apa
bisa menjangkau berbagai kalangan? Fokus pada relasi pemegang saham apa
mampu mendongkrak loyalitas setelah masa undangan selesai?’, begitu saya
selalu melontarkan serentetan peluru untuk memberi wacana pikir bagi
talents yang sedang ‘nervous’ di ‘medan pengujian’ ini.
Sekali lagi ‘Give them opportunity to perform’, serahkan keputusan di
tangan talent. Tugas mentor hanya memberi batas ‘cash burn’ kalau
proyek ini gagal, berapa kerugian yang akan ditanggung atau batasan
waktu ‘time limit’ kalau ide ini kurang berhasil. Uang dan waktu adalah
sumber daya yang bisa dihitung dan ditargetkan, tapi hasil dari ide
segar tak dapat diduga hasilnya sebelumnya.
Mengejutkan sekali, dalam tiga bulan pertama, tingkat penjualan di
atas perkiraan para talents termasuk prediksi Licensor yang sudah malang
melintang di bisnis F&B ini. Tanpa diskon, tanpa gebyar promosi
yang membakar dana mereka menukik ke jantung persaingan resto di Kelapa
Gading dengan mengandalkan ‘Keenakan rasa makanan, Kenyaman ruangan dan
Kerapian pelayanan’.
Enam bulan baru saja berlalu, tepatnya 26 Maret 2013 mereka masih
bisa bertahan. Walaupun nilai penjualan tidak sekuat tiga bulan pertama
tapi nilainya masih di atas harapan. Hailam Kopitime menjadi tempat
nongkrong anak muda yang asyik, tempat pertemuan banyak pihak yang
menyenangkan serta tempat pertemuan keluarga yang sangat pas. Goyangan
lidah nasi lemaknya yang paling ‘top markotop’, serta nasi ayam
hailamnya yang ‘mak nyus’ meminjam istilah Mas Bondan, asam laksa nya
yang membuat ‘seger kemringet’nya lelucon Tukul Arwana serta minuman
‘barley juice’ and ‘626 (lime juice)’ yang ‘second to none’.
Sabtu lalu, saya mengumpulkan para talents untuk mencari gebrakan
selanjutnya. Mereka sudah menyiapkan jurus enam bulan kedua. Saya hanya
tersenyum, menunggu ide baru dari mereka. Sambil menikmati Hailam Chiken
Rice dan minuman 626 malam itu saya tersenyum dalam hati. Mentor memang
harus berani lepas tangan, memberi kesempatan mereka berkreasi, jangan
ketakutan untuk gagal dan yang paling penting terus mengawasi agar
mereka tidak terjerumus. Silahkan mencoba kreasi para talents ini di
Hailam Kopitime dan sampaikan saran Anda di media ini untuk dijadikan
bahan nasehat buat gebrakan mereka selanjutnya. Anda bisa jadi mentor
bersama saya agar talents mencapai hasil maksimal.
Pertanyaan :
1. Kalau Anda sebagai pelanggan, apa yang harus diperbaiki agar pelanggan semakin tertarik datang?
2. Ide segar apa yang bisa ditambah agar mampu tetap bersaing dan bahkan menjadi ikon gaya kopitiam di Jakarta ?
by : Paulus Bambang WS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar