Memberi kesempatan pada Talent untuk berkarya di ‘pilot testing
field’ bukan serta merta tanpa batas dan tanpa ukuran yang jelas.
Bahkan, karena sifatnya yang ‘testing ground’ maka ukuran keberhasilan
yang harus diberikan kepada si talent harus lebih ‘strech’, lebih
‘menantang’ dan ‘lebih sulit’ dibandingkan dengan pemegang jabatan biasa
yang tidak termasuk dalam talent.
Agar memberi maslahat pada keduanya, mentor dan mentee, maka ada tiga
patokan besar yang harus menjadi ukuran bersama dan kesepakatan bersama
dalam penerjunan talent ke ‘testing field’ ini, yaitu soal berapa
banyak Resources (Sumber Daya) yang ‘direlakan’ untuk dibakar
(dikorbankan atau disisihkan) kalau project yang dilaksanakan oleh
talent menemui kegagalan. ‘Resources Burnt’ ini terdiri dari tiga aspek
yang sangat penting yakni ‘Cash Burnt’, ‘Staff Burnt’ dan ‘Time Burnt’.
Pertama, ‘Cash Burnt’. Berapa besar dana yang dialokasikan untuk
dibakar alias terhilang bila project yang dikerjakan talent menemui
kerugian. Berapa kerugian yang siap ditanggung perusahaan tanpa
membebani perusahaan tersebut dengan beban yang berat sehingga membuat
goyang kondisi keuangannya. Besaran angkanya tentu sangat bervariasi
bergantung pada kemampuan perusahaan.
Ketika angka yang sudah disepakati ini dilampaui, maka dengan segera
mentee dan mentor menghentikan proyek ini dan siap melakukan ‘cut loss’.
Harus berani berhenti terlebih dulu dan tidak melanjutkan pekerjaannya
walaupun kelihatannya hampir membuahkan hasil. Kedisiplinan ini akan
membuat perusahaan lebih aman dan tidak tergelincir dengan bola salju
kerugian karena ketidak beranian memutus kerugian yang terjadi.
Yang sering terjadi adalah, ketika talent ini adalah anak atau
keluarga si pemilik, biasanya ‘besaran cash burnt’ ini menjadi sangat
relatif dan kadang justru tidak ada pembatasan yang jelas yang
mengakibatkan bukan hanya proyeknya gagal tapi perusahaannya menjadi
perusahaan yang gagal. Tidak sedikit membuat perusahaan induk juga
bangkrut hanya gara-gara anak muda, generasi kedua yang tidak bisa
dibatasi oleh para professional atau bahkan ayahnya sendiri. Sejarah
membuktikan ini yang membuat banyak perusahaan keluarga habis di
generasi kedua atau ketiga karena kekurang disiplinan dalam melakukan
‘cut loss’.
‘Enough is enough’, ini hukumnya. Talent maupun Mentor harus berani
melakukan amputasi tanpa berpikir emosional kalau angka ini terlampaui.
Kedua, ‘Staff Burnt’. Artinya sejauh mana sumber daya manusia yang
dialokasikan untuk proyek pengembangan ‘talent’ ini bisa di ‘BKO’ kan ke
talent untuk membantu pekerjaan di proyek yang dipersiapkannya. Jumlah
orang dan kualifikasi harus dibicarakan dan dijadilkan acuan untuk
mentor dan mentee dalam mengevaluasi team yang menjadi ‘squad’.
Talent boleh memilih anggota yang terbaik, ini paling ideal tapi ada
juga cara lain yakni talent harus menggunakan staff yang ada untuk
membuktikan kepiawaiannya mengubah staff yang ada dengan proyek yang
luar biasa hasilnya menjadi sangat luar biasa. Ini sangat bergantung
pada jenis proyeknya dan kesepakatan dengan mentor cara mana yang harus
ditempuh.
Ketiga, ‘Time Burnt’. Ini soal jangka waktu, sampai berapa lama
talent bisa mengerjakan proyek ini. Ukuran waktu juga harus definit
walaupun masih dapat lebih fleksibel dibandingkan dengan ‘Cash dan
Staff’. Misalnya, proyek inovasi tertentu membutuhkan waktu 1 tahun,
dalam kenyataannya ada banyak hal tak terduga diluar kontrol talent yang
menyebabkan proyek ini harus mundur tiga bulan misalnya soal perijinan
dengan lembaga luar. Bagi saya, ini masih bisa dibicarakan asalkan tidak
membuat ‘cash dan resources burnt’ melebihi ambang batas yang telah
disepakati.
Kalau mentor dan mentee sudah sepakat soal ini, maka mentee sebagai
talent terpilih akan lebih mudah berkreasi dan melakukan langkah
terobosan karena pagar-pagarnya sudah disepakati. Ia bisa bergerak
bebas di dalam koridor yang sudah diciptakan. Ini membuat talent bisa
menampilkan karya terbaiknya tanpa ada ketakutan hambatan yang
sebenarnya bisa disingkirkan sewaktu awal sebelum dimulainya proyek ini.
Kembali ke proyek di Hailam Kopitime edisi lalu, pemilik Hailam juga
sudah memberikan koridor ketiga hal ini secara jelas kepada talent untuk
mengembangkan kreasinya dengan ‘cash, staf dan time burnt’ tertentu.
Itu sebabnya mereka tidak segan melakukan langkah cantik yang tidak
diduga pesaingnya (kopitiam lain) yang tujuan utama menghasilkan laba
sedangkan Hailam Kopitime tujuan utamanya menghasilkan ‘talent’ yang
siap berkarya lebih besar lagi di bisnis lain.
Kalau begitu settingnya, maka kompetisi menjadi tidak seimbang karena
perbedaan tujuan. Kopitiam lain akan geleng-geleng kepala dan selalu
bertanya ‘why’ mereka lakukan hal ini dan hal itu seperti pembuatan
seminar-seminar di siang hari dengan mengundang para pakar untuk
meningkatkan okupansi di masa ‘low hour’ dengan harga yang amat
terjangkau sedangkan bagi Hailam team akan berkata ‘why not’.
Pertanyaan :
1. Sampai sejauh mana perusahaan Anda serius mengembangkan talent
dengan mengalokasikan cash, staff and time burnt kepada mereka untuk
mengimplementasikan kreasinya?
2. Sampai seberapa besar keterlibatan CEO dalam melihat progress
talent setelah melewati ‘cash, staff and time’ yang dilewatinya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar