P#54: Dimana
Batas Kemampuan Bekerja Anda?
Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
Kita menggunakan frase ‘bekerja banting tulang’
untuk menggambarkan kerja keras yang kita lakukan. Kita, sudah bekerja hingga
di batas tertinggi yang bisa kita lakukan. Demikianlah makna frase itu
kira-kira. Pertanyaannya adalah; apakah kita benar-benar mengetahui dimana
batas kemampuan kita dalam bekerja? Kalau saya pribadi sih, belum benar-benar tahu;
dimana sih batas kemampuan saya dalam bekerja ini. Meskipun saya pernah dicap
sebagai seorang gila kerja. Pernah merangkap hingga tiga jabatan dalam satu
periode yang sama. Datang sebelum jam 7 pagi ke kantor. Makan siang diruang
kerja. Dan pulang nyaris larut malam. Saya tetap tidak tahu, dimana batas
kemampuan kerja saya. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda mengetahui batas
kemampuan Anda bekerja?
Saya belum pernah bertemu orang yang memiliki
jawaban akurat atas pertanyaan itu. Yang sering saya temui adalah orang-orang
yang merasa sudah bekerja maksimal. Baru ‘merasa’ lho. Sehingga kita, mengenal
istilah ‘kerja banting tulang’ itu. Bahkan jika kita menggunakan indera perasa
alias sensing atau feeling terhadap frase itu, maka kita akan merasakan adanya
konotasi energy penuh tekanan dari hanya mendengar atau mengucapkan frase itu.
Jika Anda berkata ‘saya sudah kerja banting tulang’, apakah suasana mental Anda
cenderung positif atau negatif? Ketika mengucapkan kalimat itu, Anda merasa
bahagia atau sebaliknya? Apakah dengan mengatakannya Anda menjadi semakin
termotivasi untuk mengerjakan lebih banyak atau mengharapkan bisa berhenti
setidaknya barang sejenak?
Mungkin kita punya tingkatan sensitivitas perasaan
yang berbeda. Namun saya yakin, kita bisa merasakan hal yang sama. Yaitu kesan
mental bahwa frase itu cenderung membawa energy pasif atau bahkan negatif dibandingkan
dengan peluangnya dalam mendorong kita untuk lebih aktif dan mendapatkan enegy
positif. Jika merasa sudah bekerja banting tulang, mengapa mesti bekerja lebih
banyak lagi, bukan?
Padahal. Kita. Tidak benar-benar tahu. Dimana
sesungguhnya batas kemampuan kita dalam bekerja. Sungguh sahabatku, meskipun
kita sudah bekerja ‘habis-habisan’; belum tentu kita sudah bekerja hingga
dibatas tertinggi kemampuan yang kita miliki. Percaya deh. Kemampuan Anda dalam
bekerja itu, jauh melampaui apa yang sudah Anda lakukan selama ini. Ada bukti
yang mendukung pernyataan itu? Banyak. Misalnya begini. Anda berada pada satu
posisi tertentu. Sebagai seorang pekerja handal, Anda merasa sudah bekerja
banting tulang. Bekerja semaksimal yang Anda bisa. Arti maksimal itu kan semua
kemampuan sudah dikerahkan demi dedikasi pada pekerjaan itu.
Suatu saat, Anda dihadapkan pada posisi yang cukup
berat. Diberi penugasan yang lebih banyak. Dan diberi tanggungjawab yang lebih
besar. Maka sejak saat itu, Anda mesti bekerja lebih giat dan lebih keras lagi.
Lantas apa yang terjadi? Eh, ternyata Anda bisa ya? Itu menunjukkan bahwa apa
yang Anda sebut sebagai ‘sudah bekerja maksimal’ tahun lalu itu sebenarnya sama
sekali tidak benar. Maksimalnya Anda tahun lalu itu sudah dilampaui oleh ‘kerja
maksimal’ Anda tahun ini dengan tugas, pekerjaan dan tanggungjawab yang lebih
banyak, lebih besar, dan lebih berat dari sebelumnya.
Benarkan? Anda belum sampai ke batas kemampuan yang
sesungguhnya? Itu, baru contoh biasa. Sekarang izinkan saya menyampaikan contoh
yang ekstrim. Saya ingin bertanya pada Anda: “Di kantor Anda, Adakah orang yang
bekerja sedemikian kerasnya hingga meninggal dunia?” Saya yakin tidak ada. Dan
itu artinya, tidak ada orang yang benar-benar sudah bekerja hingga melewati
batas kemampuan tertingginya. Lho, kok bisa disimpulkan begitu? Iya dong.
Bukankah kita suka berkata ‘sampai titik darah penghabisan’ untuk menggambarkan
komitmen tertinggi kita kepada sesuatu? Jadi, jika masih ada tersisa setetes
darah yang mengalir dalam urat nadi kita berarti kita belum mencapai batas
tertinggi itu.
Oh. Maaf. Dulu sekali, ada sahabat saya yang
meninggal saat bertugas. Seorang salesman. Mengendarai sepeda motornya. Lalu
tertabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang. Jiwanya tidak tertolong. Kami
semua berduka atas kejadian itu. Mengenang sahabat. Sekaligus memikirkan resiko
yang mesti kami hadapi selama menjalankan pekerjaan ini.
Anda juga mungkin pernah mendengar insiden di
pabrik yang menyebabkan karyawan meninggal dunia. Misalnya, pada tanggal 20
Januari 2004 silam, dunia kerja kita dikejutkan oleh kebakaran di sebuah pabrik
kimia hingga puluhan karyawan terluka dan 2 orang diantaranya meninggal termasuk
direktur produksinya. Dikantor Anda, mungkin juga ada orang yang meninggal
dunia. Mungkin. Saya tidak tahu pasti.
Berarti ada ya orang yang bekerja sedemikian
kerasnya hingga meninggal dunia? Tidak. Semua yang kita ceritakan itu adalah
‘kecelakaan’ kerja. Bukan bekerja terlampau keras sehingga meninggal dunia. Anda,
tentu dapat melihat perbedaannya bukan? Mari perhatikan. Kenyataannya, kita
tidak harus bekerja hingga meninggal dunia untuk bisa mengerahkan semua
kemampuan hingga dibatas tertingginya.
Tahu kenapa? Karena kita, belum benar-benar
mengerahkan seluruh kemampuan yang kita miliki ini. Meskipun kita gemar sekali
mengatakan;”Gue kurang apa lagi coba? Semuanya sudah gue lakukan?!” Tetap saja
kita belum bekerja sampai dibatas tertinggi kemampuan kita. Benar? Tentu benar.
Bahkan ketika kita mengatakan “Gue kerja sampai kepala jadi kaki, dan kaki jadi
kepala!” Kita. Belum sampai dibatas kemampuan kerja itu.
Sengaja saya menunjukkan contoh ekstrim itu,
sahabatku. Supaya kita semakin sadar betapa selama ini begitu banyak potensi
diri yang belum kita daya gunakan. Kita. Masih sering membatasi kerja keras
kita dengan jumlah rupiah yang kita dapatkan dari kantor. Kita merasa rugi jika
mesti bekerja ekstra. Sepertinya perusahaan untung. Dan kita tidak dapat
apa-apa. Maka jadilah kita orang yang hanya mau bekerja seadanya saja. Sesuai
dong dengan bayaran yang kita terima. Dan kita, tidak menyadari bahwa sikap
seperti itu hanya menjadikan kita ahli dalam hal menyia-nyiakan kapasitas diri
yang kita miliki.
Sahabatku. Jika kita bekerja hanya dengan batasan
uang, maka kita bisa menjadi pribadi yang kerdil. Memang wajar, jika kita
kecewa dengan bayaran kecil yang saat ini kita dapatkan. Namun bayaran besar
yang kita dambakan itu justru akan semakin menjauh, jika kita bekerja hanya
seadanya saja. Bukan bayaran besar yang duluan datang sahabatku. Tetapi
pembuktian yang bisa kita tunjukkan yang mesti muncul lebih dahulu.
Sekarang coba Anda perhatikan. Ketika kita bekerja
untuk menantang diri hingga dibatas mana kemampuan kerja tertinggi kita itu –
bukan untuk sekedar memenuhi kewajiban setara dengan sejumlah uang. Maka kita,
bisa menjadi manusia yang ‘seutuhnya’ dalam definisi apapun. Dimata atasan,
kita dinilai bagus. Dimata kolega, kita pun diakui sebagai professional yang
tangguh. Dan dimata Tuhan. Kita termasuk orang yang menghargai anugerah yang
telah diberikanNya berupa keunggulan pribadi yang boleh jadi; tidak dimiliki
oleh orang lain.
Sahabatku. Silakan simak perilaku para pekerja
professional di sekitar Anda. Berapa banyak yang datang ke kantor untuk sekedar
memenuhi kewajiban standarnya saja. Dan berapa banyak yang sedemikian
bergairahnya untuk menjelajahi kemampuan tertinggi yang dimilikinya dalam
bekerja. Sungguh. Hanya sedikit pekerja yang menyadari bahwa kantor mereka
adalah tempat terbaik untuk melakukan berbagai eksperimen dalam pendakian
hingga ke puncak kapasitas dirinya sendiri. Dan karena jumlah mereka yang
sedikit itu, maka mereka mudah terlihat. Dan mereka, bersinar seperti bintang
kejora yang berkerlap-kerlip. Semakin gelap gulita malam menyelimuti langit,
semakin cemerlang sang kejora terlihat. Sehingga merekalah yang kemudian
mendapatkan lebih banyak manfaat. Lebih beragam kesempatan. Dan lebih besar
tanggungjawab dimasa depan.
Sungguh sahabatku. Kita tidak akan pernah
mengetahui sampai dimana batas kemampuan tertinggi kita dalam bekerja. Jika
kita, membatasi kerja keras dan dedikasi kita dengan waktu, uang, pujian, atau
imbalan yang kita dapatkan. Bekerja. Bukan sekedar untuk mendapatkan uang dan
berbagai imbalan. Karena bekerja, merupakan momen yang sempurna untuk
mengetahui batas kemampuan kita yang sesungguhnya. Oleh karena itu sahabatku,
teruslah mengeksplorasi kemampuan kerja Anda. Agar bisa mencapai tingkatan
tertingginya.
Sekarang, ijinkan saya bertanya;”Dimana batas
kemampuan bekerja Anda?”
Sungguh. Kita tidak akan pernah tahu dimana
batasnya itu, selama tidak menyelidikanya sendiri. Tidak menjadikan diri kita
pekerja yang tangguh. Enggan menunjukkan dedikasi terbaik kepada perusahaan.
Kita, mesti mengeksplorasinya sendiri untuk tahu dimana batasan itu. Karena
seperti yang difirmankan Tuhan kepada Rasulullah dalam surah 39 (Az-Zumar) ayat
39 :”Katakanlah
Muhammad” demikian Tuhan memerintahkan Sang Nabi, untuk menyampaikan
kepada umatnya wahyu ini: ”Wahai kaumku. Bekerjalah sesuai dengan
keadaanmu. Sesungguhnya Allah pun bekerja pula. Kelak, kamu akan mengetahui.”
Dalam pemahaman saya yang awam ini.
Jelas sekali jika bekerja itu bukanlah untuk mematuhi perintah atasan. Bukan
untuk memenuhi penugasan dari perusahaan. Bukan pula untuk sekedar mendapatkan
sejumlah imbalan. Bekerja menurut firman itu adalah mentaati perintah Tuhan
dengan sepenuh kesungguhan. Jika kita bekerja karena ketaatan kepada Tuhan,
mana mungkin kita berani bekerja asal-asalan? Sebab ternyata, bukan hanya kita
yang bekerja. Tuhan pun bekerja. Dan seperti yang Tuhan janjikan; jika gigih
kita dalam mengeksplorasi batas kemampuan dalam bekerja, maka Tuhan akan memberi
tahu kita; lebih banyak lagi tentang kemampuan kita yang selama ini masih
tersembunyi itu. Karenanya, jika dan hanya jika bersedia mencobanya saja, kita
akan tahu dimana batasnya, bukan?
Jadi, dimana batas kemampuan
bekerja Anda? Jawbannya hanya bisa Anda ketahui jika terus gigih dan
bersungguh-sungguh dalam bekerja. Karena ketika kita bersungguh-sungguh dalam
bekerja, Tuhan pun bekerja untuk memberitahu kita; hal-hal yang selama ini
belum kita ketahui. Pantaslah jika pengetahuan. Keterampilan. Dan kemahiran. Menjadi
milik mereka yang terus menyibukkan dirinya sendiri. Melalui penugasan dan
pekerjaan yang sulit, lagi menantang. Karena dengan kesibukan itu, dia membuka
jalan Tuhan; untuk menujukinya sesuatu. Yang selama ini belum diketahuinya.
Yaitu. Potensi diri tertinggi. Yang dimilikinya. Insya Allah.
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
DEKA – Dadang
Kadarusman – 4 Maret 2013
Book Author, Trainer, and Professional
Public Speaker
0812 19899 737 or Ms. Vivi
at 0812 1040 3327
PIN BB DeKa : 2A495F1D
Catatan
Kaki:
Hanya mereka yang bersedia menyibukkan diri sendiri dengan
penugasan yang menantang saja yang bakal tahu potensi tertinggi dirinya.
Sedangkan mereka yang memilih pekerjaan mudah. Dan mereka yang maunya santai-santai
saja. Hanya akan sampai, pada pencapaian yang rendah saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar